Wednesday, January 23, 2008

"Archeopteryx" versi Indonesia


Penemuan fosil Archeopterix pada tahun 1877 di Solnhofen, menjadi jembatan bagi para ahli untuk mengetahui sejarah awal munculnya burung di permukaan bumi. Penemuan fosil ini pula yang menjadi pembuka penemuan berikutnya terhadap fosil-fosil Archeopterix di beberapa daerah di Eropa. Dari 7 spesimen yang ditemukan barangkali hanya spesimen yang disimpan di musium Berlinlah yang terbaik. Fosil ini secara lengkapmenggambarkan struktur tubuh archeopterix mulai dari tulang hingga bulu-bulunya. Archeopterix lithographica, demikian nama lengkapnya, diperkirakan hidup di permukaanbumi 150 juta tahun silam.


Penemuan fosil-fosil burung tentu saja tidak hanya terjadi di Eropa, di beberapa daerah lainnya termasuk Indonesia pun pernah dijumpai fosil burung purba. Hanya saja dampak yang diakibatkan oleh penemuan tersebut tidak sehebat Archeopterix. Spesimen tersebut ditemukan oleh Beaufort pada tahun 1930-an di Sapan, Sawahlunto, Sumatera Barat. Selanjutnya oleh Lambrecht, spesimen tersebut diberi nama Protoloptus beauforti. Burung purba ini; yang serupa dengan burung modern yang kita kenal sebagai pecuk ular (Anhinga spp.); diduga hidup 50 juta tahun yang lalu di rawa-rawa purba. Ketika ditemukan fosil burung ini dalam kondisi tubuh yang berserakan namun secara anatomi cukup lengkap. Hingga saat ini hanya 1 spesimen saja yang diketahui mengenai spesies ini di seluruh dunia, selain itu spesimen tersebut merupakan spesimen burung purba tertua yang terdapat di Asia Tenggara.

Fosil Protoloptus beauforti pada saat ini disimpan di Museum Geologi Bandung, namunreplikanya juga dimiliki oleh Museum Zoologi yang terletak di kota Bogor. Tertarik untuk mengenalnya? Silakan berkunjung ke museum tersebut.

Sumber:Harian Kompas 18 januari 2008, hal 12 sumber lainnya yang relevan

Tuesday, March 27, 2007

Middelburg

Eiland Middelburg

Middelburg, Amsterdam,Rotterdam, dan Cuiper terlihat dari kejauhan berupa bayang-bayang. Keempatnya merupakan nama kota di Belanda yang pernah disematkan kepada pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta. Kecintaan dan kerinduan mereka akan tanah Hollandia yang damai (tapi kalo damai kenapa mereka datang ke Hindia Belanda?) membuat mereka memberi nama pulau-pulau di lepas laut Teluk Jakarta dengan menggunakan nama kota-kota di Belanda.

Namun zaman telah berubah, Hindia Belanda terlepas dari genggaman Ratu Juliana, nama Amsterdam pun saat ini telah berubah menjadi Untung Jawa, Rotterdam menjadi Pulau Bidadari dan Middelburg juga beralih nama menjadi Pulau Rambut. Meskipun telah beralih nama, pulau-pulau itu tetaplah sebuah tempat yang indah, terlebih lagi Middelburg.

Ya..Middelburg atau Pulau Rambut merupakan sebuah suaka bagi burung air yang terkenal di Pulau Jawa. Di pulau seluas 45 ha ini, tidak kurang dari 20000 ekor burung air dari 15 spesies berbiak sepanjang tahun. Sedemikian banyak, sehingga ketika senja tiba,burung-burung yang pulang mencari makan terlihat terbang beriringan di langit seolah tak ada habisnya. Burung-burung air di Pulau Rambut memang harus mencari makan di luar, tepatnya di Pesisir Utara Pulau Jawa. Pulau Rambut yang berukuran sangat kecil, tak mampu memenuhi kebutuhan makan burung-burung ini. Hanya burung yang sakit dan tidak kuat terbang yang mencari makan di dalam pulau, selebihnya akan pergi ke Pantai Utara Jawa setiap hari ketika fajar menyingsing.


Burung-burung yang berbiak juga terlihat bagai noktah-noktah putih dari menara yang berdiri tegak di tengah pulau. Dari menara setinggi 15 m inilah biasanya pengunjung menikmati kehidupan liar burung-burung air di pulau yang berasal dari tumpukan koral mati ini.

Pulau Rambut juga dikenal sebagai satu-satunya tempat berbiak bagi bangau yang terancam punah di dunia, bangau bluwok Mycteria cinerea. Banyak orang awam yang salah persepsi dengan menganggap sang bangau berasal dari Australia, padahal burung ini asli dari benua Asia.


Di Asia bangau bluwok hidup mulai dari Vietnam, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Bagi yang pernah melihat Film Heaven and Earth yang dibintangi Joan Collins dan Tommy Lee Jones, pasti akan ingat ada burung ini di permulaan film. Sayang, perang Vietnam yang berkecamuk lama telah memusnahkan habitat burung ini.

Kembali ke Pulau Rambut, pulau ini bagi saya juga pernah menjadi rumah, tidak untuk berbiak tentunya (hehehe....), tapi sebagai tempat saya meneliti kehidupan bangau bluwok. Pulau Rambut sebagian besar merupakan hutan mangrove, kemungkinan memiliki spesies pohon mangrove paling banyak di seluruh kepulauan seribu. Mulai dari jenis bakau (Rhizopora stylosa, R. mucronata, R. apiculata), api-api (Avicennia officinalis), buta-buta (Excoecaria agallocha) hingga jenis pandan (Pandanus sp).

Di bagian tengah, pulau ini ditumbuhi oleh jenis kepuh Sterculia foetida dan semak berupa kingkit Triphasia trifolia. Di bagian ini terdapat jalan setapak dari pantai menuju menara. Berhati-hatilah jika berjalan di bagian ini, dan jangan sekali-kali keluar dari jalur yang telah disediakan...atau anda akan tersesat!!.

Sebenarnya tak mudah untuk mengunjungi pulau ini. Orang harus memutar arah melewati Tangerang dan menyeberang menggunakan perahu dari Tanjung Pasir untuk tiba di pulau nan indah ini. Cara lain dapat menggunakan perahu yang menuju dari Pelabuhan Muara Angke, tapi pastikan bahwa anda minta diturunkan di Pulau Untung Jawa, jika tidak...akan terbawa menuju Pulau Kelapa. Dari Pulau Untung Jawa dapat menyewa perahu menuju pulau Rambut, hanya 10 menit saja!. Selamat datang di Middelburg..meneer!

Monday, February 19, 2007

Di Antara Batu-batu Candi

Pergi ke candi? hmmm lumayan juga nih ide. Meskipun terdengar sedikit membosankan bagi orang lain. Bagi saya yang pernah bercita-cita jadi Indiana Jones alias seorang archeologist, pergi mengunjungi candi merupakan hal yang menyenangkan. Aplagi kalau candinya memiliki banyak relief. Karena di antara relief-relief itu ada sesuatu yang menarik bisa di simak. Ada kebaikan yang bisa dipelajari, ada sejarah kebudayaan, ada tatakrama dan lain-lain, termasuk belajar burung!

Jika anda berkunjung ke candi di jawa tengah atau jawa timur, cobalah anda telusuri relief-relief yang menempel di dinding candi. Jika anda beruntung anda akan temukan burung kakatua, merak, pergam, bahkan kasuari (kalau yang ini menurut Prof. Somadikarta ada di Candi Penataran). Karena sampai sekarang untuk melihat relief kasuari di Candi belum ada kesempatan...(sebenarnya sih belum ada duit...)

Beruntung saya pernah berkunjung ke candi borobudur, mendut dan juga komplek prambanan (itu juga karena urusan kantor). Di sela-sela relief nan indah ternyata arsitek dari wangsa Syailendra tak lupa membubuhkan relief burung di candi borobudur. Bagi yang tertarik dengan Cryptozoologi, barangkali relief-relief ini akan membuat anda penasaran. Beberapa relief secara jelas menggambarkan Merak entah Pavo muticus atau spesies lain. Ada juga kakatua entah dari spesies apa? Beberapa relief serupa juga terdapat di candi prambanan. Di beberapa bagian relief juga terukir kejadian kebakaran hutan yang menyebabkan aneka burung (mungkin burung puyuh) kabur dari persembunyiannya. Mmmm nenek moyang kita ternyata ahli burung juga....

Jadilah Sehebat James Bond!

Lho bagaimana sih....katanya mengenai burung, kok malah nyasar ke James Bond?
Adakah mengamati burung erat kaitannya dengan James Bond? Jawabnya:tentu saja ada kaitan antara James Bond dengan mengamati burung.

Ingat James Bond, tentu pasti anda akan ingat Ian Flemming tentunya. Ya..Ian Flemming adalah seorang penulis buku mengenai kisah fiksi seorang mata-mata Inggris bernama James Bond alias agen 007. Ian Flemming selain sorang penulis buku yang hebat, ternyata di sela-sela aktivitasnya adalah seorang pecinta burung dan tentunya pengamat burung.

Suatu ketika, ia terinspirasi menulis sebuah kisah mengenai mata-mata yang bekerja untuk sebuah kantor egen rahasia Inggris. Namun sayangnya nama sang mata-mata belum juga muncul dikepalanya. Mau dikasih nama Albert kok ya engga enak. Di kasih nama Ian kok ya namanya sendiri. Akhirnya sambil menunggu wangsit dari para leluhur mengenai nama sang tokoh, tetirahlah Ian Flemming di resortnya, Golden Eye, yang indah di Kuba. Tentunya sambil tetirah beliau juga mungkin mengamati burung...ya daripada bengong. Tentunya juga karena mengamti burung tak lupa beliau ini membawa buku panduan lapang. Tentunya buku panduan lapang burung untuk West Indies alias Amerika Latin.

Ketika tetirah tersebut, di hari yang indah dan matahari yang cerah, datanglah seseorang berkunjung ke resortnya. Sang tamu tentunya gagah, ganteng dan terpelajar yang pasti dengan aksen Inggris yang bagus. Ian Flemming ternyata begitu kagum akan pekerjaan dan pribadi sang tamu dan Ian ingin sekali menggunakan nama sang tamu sebagai tokoh di dalam buku yang sedang dibuat. Nama sang tamu adalah James Bond, dan dia adalah penulis buku panduan lapang untuk burung-burung di Amerika Latin. Sebagai kompensasi penggunaan namanya di dalam buku Ian Flemming, James Bond berjanji akan memberi nama spesies burung yang ditemuinya...tentu yang secara taksonomi baru...dengan nama yang ada unsur Ian Flemmingnya. Tapi sayang, hingga ajal menjemput James Bond tidak pernah menemukan spesies baru.

James Bond sendiri merupakan seorang ahli burung yang sangat disegani. Entah sudah berapa banyak jurnal ilmiah telah ditulisnya. Salah satu karya ilmiahnya yang dikenal sampai sekarang adalah Buku Panduan Lapang untuk West Indies yang telah dicetak berkali-kali.

Jadi jika anda mau sehebat James Bond, teruslah mengamati burung siapa tahu anda pun punya kesempatan menulis buku mengenai burung atau siapa tahu juga nama anda diabadikan menjadi tokoh dalam sebuah buku....

Ingin Mata Setajam Mata Elang?
Jangan pernah mimpi deh...

Hampir semua orang tahu apa arti mata setajam mata elang. Kebetulan sekali memang burung yang satu ini memiliki mata yang mampu melihat obyek sangat jauh. Bahkan kemampuan mata elang ini menurut para ahli lebih baik dari kemampuan mata manusia.

Tapi kalau anda pernah bermimpi ingin memiliki setajam mata elang, berhentilah bermimpi. Kemampuan mata elang yang cukup hebat disebabkan salah satunya adalah memiliki bola mata yang sangat besar.
Anda bisa saja memiliki kemampuan penglihatan sehebat elang tapi dengan syarat..bola mata anda haruslah sebesar buah jeruk untuk menyamai kemampuannya begitu menurut para ahli burung. Tentu anda tidak ingin terlihat menjadi orang yang aneh bukan....

Wednesday, January 31, 2007

Bangga Menjadi Pengamat Burung

Anda layak bangga kalau menggeluti hobby mengamati burung, karena banyak orang top dan berpengaruh memiliki hobby yang sama dengan anda. Berikut adalah nama-nama orang terkenal yang menggeluti hobby mengamati burung, barangkali anda mengenalnya atau....barangkali sahabat mereka?

1. PM Tahiland General Suryaud
2. HRH Pangeran Philip, Suami ratu Inggris Elizbeth II
3. Duke of Edinburgh, dari Inggris
4.Laura Bush, Istri George Bush mantan Presiden USA
5. Jimmy Carter, Mantan Presiden USA
6. Daryll Hannah, Bintang Film
7. HIH Princess Takamado dari Jepang
8. HM Queen Noor dari Yordania
9. Jendral Dwight Eisenhower, panglima perang sekutu
10. Theodore Roosevelt, Mantan Presiden USA
11. Ian Fleming, Penulis buku James Bond 007
12.HM King Ferdinand 1, Czar terakhir Bulgaria

Mengamati Burung..
Apa yang Perlu Dibawa?


Itu pertanyaan yang biasanya dilontarkan oleh orang-orang yang tertarik mengamati burung pertamakali. Meskipun terlihat sepele, kalau kita tidak tahu apa yang harus dibawa ketika mengamati burung, percayalah pengamatan burung yang seharusnya menyenangkan akan menjadi sebaliknya. Apalgi kalau kita sampai terlupa membawa beberapa benda yang essensial untuk pengamatan burung misalnya binokuler (kok bisa mau ngamatin burung lupa bawa binokuler sih...?). Tapi ha-hal seperti ini dapat saja terjadi kalau kita tiak memperhatikan apa yang harus kita bawa ketika memulai perjalanan mengamati burung.

Menurut primbon khusus mengamati burung dan juga sedikit konfirmasi kepada arwah para leluhur, ada beberapa benda yang wajib dibawa ketika mengamati burung.
A. Perlengkapan utama

  1. Binokuler. Karena mata kita tidak setajam elang, jangan pernah lupa membawa benda yang satu ini ketika mengamati burung.
  2. Teleskop (kalau mau mengamati burung pantai), jangan lupa bawa tripodnya. Menggunakan teleskop tanpa tripod akan membuat pengamatan burung menjadi tidak mengasyikkan
  3. Buku panduan lapang yang sesuai dengan wilayah yang dikunjungi. Kecuali anda memiliki kemampuan sehebat Bas van Balen, Ben King, MacKinnon, buku panduan lapang bukan sesuatu yang penting dibawa ke lapangan
  4. Buku catatan, untuk mencatat jenis burung yang anda liat, siapa tahu tertarik membuat checlist pribadi burung-burung yang pernah dilihat.
  5. Tas untuk menyimpan semua peralatan yang harus dibawa. Masing-masing orang punya tipe tas yang disenangi. Saya menyarankan untuk membawa dua model tas yaitu tas selempang berukuran kecil untuk menyimpan buku panduan lapang dan alat tulis. Satu lagi adalah tas punggung untuk membawa perlengkapan selain itu.

B. Perlengkapan tambahan

  1. Payung atau jas hujan. Banyak orang yang gengsi or enggan membawa 2 perlengkapan ini, padahal kedua benda ini penting untuk menghindari kita dari hujan dan panas. Payung sangat berguna ketika mengamati burung di daerah yang sangat terbuka, waspadailah heatstroke dengan menggunakan payung. Payung bermanfaat ketika mengamati burung dengan menggunakan teleskop.
  2. Topi. Aneka jenis model topi tersedia di pasaran. Tapi pada intinya topi sangat berguna untuk mengurangi sengatan terik matahari.
  3. Kursi lipat kecil. Berguna ketika anda lelah berdiri sedangkan lingkungan todak memungkinkan duduk di tanah tanpa alas (karena basah, banyak sampah, dll).

Ingat..bahwa peralatan tersebut dibawa agar kegiatan pengamatan burung menjadi sebuah hobby yang mengasikan dan menyenangkan. Bagaimanapun juga hobby yang menyenangkan akan menarik banyak orang untuk bergabung dan jadi seorang pengamat burung.......

Monday, January 29, 2007

Birdwatching Yuuuk.....(bagian 2)


Di tulisan bagian ke-1 saya telah menjelaskan beberapa bentuk prisma yang dapat dipilih ketika kita ingin memiliki binokuler untuk keperluan mengamati burung. Faktor lain yang harus dipertimbangkan ketika kita memilih binokuler adalah perbesaran.

Ketika saya memulai hobby mengamati burung 10 tahun yang lalu, seperti para pengamat burung pemula pada umumnya saya lebih menyukai binokuler dengan angka perbesaran yang tinggi misal 10x atau jika ada yang 12x. Perbesaran yang super ini tentunya sangat menguntungkan karena obyek akan terlihat lebih dekat tentunya dan juga lebih cerah (meskipun tergantung pada merk binokuler). Selain itu field view menjadi lebih lebar. Namun di sisi lain binokuler dengan perbesaran super ini memiliki kelemahan yaitu ukurannya yang relatif lebih besar dan juga lebih berat. Binokuler yang memiliki bobot besar tentunya akan mengurangi kenyamanan ketika mengamati burung dalam waktu yang lama. Namun demikian binokuler dengan perbesaran super ini menurut saya cukup handal jika digunakan untuk mengamati burung di daerah pantai dan tempat terbuka lainnya. Biasanya jika perbesarannya sudah super misal 12x tipe prisma yang ada adalah roof prisma, sangat jarang yang porro prisma.

Kebalikannya, binokuler dengan perbesaran kecil (sekarang saya lebih suka tipe ini), misal 7 atau 8x umumnya memiliki bobot yang lebih ringan dan ukurannya lebih kecil. Namun biasanya binokuler dengan perbesaran kecil field view-nya juga ikutan mengecil dan tentu saja jadi agak susah kalau harus melihat obyek yang sangat jauh. Saya sendiri lebih senang menggunakan binokuler dengan perbesaran kecil (binokuler saya Nikon Monarch 8x42.....bukannya nyombong ya...) karena cukup ringan dan handal kalau digunakan di daerah yang berhutan.

Selain itu saya tidak menyarankan menggunakan binokuler yang memiliki fasilitas zooming. Saya pernah menggunakan model ini dan sangat rawan terhadap air, karena memiliki banyak celah untuk lewatnya air. Beberapa teman yang menggunakan binokuler model ini juga mengeluhkan mudah rusaknya tombol (halah...apa istilahnya ya..?) zooming.

Kalau anda tertarik juga untuk mengamati burung-burung yang sulit didekati lainnya misal elang atau burung pantai, tak ada salahnya menggunakan teleskop. Teleskop umumnya memiliki perbesaran extra. Di pasaran beredar teleskop dengan perbesaran 15x, 20x, 25x, 20-45x. Karena perbesarannya extra besar maka umumnya teleskop juga ukurannya besar dan sudah pasti berat. Selain itu karena rawan akan goncangan, teleskop harus dilengkapi penyangga berupa tripod or monopod (Ada juga yang menggunakan gagang senapan bekas untuk menyangga teleskop). Idealnya teleskop ini digunakan di daerah terbuka dengan cahaya yang berlimpah seperti pantai dan hutan atau taman kota. Kalau digunakan di daerah berhutan dan redup lebih baik lupakan saja menggunkan teleskop!

Thursday, January 25, 2007

Gunung Halimun....


Birding di Taman Nasional Gunung Halimun......kenangannya tak akan terlupakan. Meskipun tempat ini sebenarnya engga jauh-jauh amat dari rumah gue..dan sepanjang pengalaman megang binokuler....baru kemarin sempet main ke sana. Tempat yang indah dan bagus buat birding. Tapi yang engga nahan....jalan menuju ke sana...ya...ampyuuuuun..

Berangkat dari jakarta jam 7 pagi, naik kereta ke bogor dari staiun ui. Di Bogor sudah nunggu temen ceweq...si Ipeh..yang ternyata udah nunggu dari jam 8 pagi (kerajinan nih anak..padahal rumahnya di Slipi, Jakarta). Stelah ketemu si Ipeh, masih harus nunggu Edy, temen yan glebih paham urusan ke halimun dan birding di sana. Sebenarnya masih ada satu temen lagi yang mau ikutan, Non Riri. Tapi menurut kabar doski baru berangkat dari Jakarta hari Jum'at siang. Ya akhirnya kamis 18 Feb 2007 cuma kita bertiga yang berangkat duluan.


Tepat jam 9 pagi, kami bertiga sudah duduk dengan nyamannya di mobil L300 jurusan sukabumi. kami berhenti di Parung Kuda kira-kira jam 10.30. Kami harus berganti dengan angkutan lain menuju desa Cipeteuy, sayangnya hanya kami bertiga penumpang hari itu. Ya sudah lah akhirnya meskipun perut tidak keroncongan...daripada bengong nunggu angkutan ke Cipeteuy penuh, mending mampir dulu di RMPD alias Rumah Makan Padang. Setelah selesai makan dan perut penuh ternyata kernet L300 sudah menunggu kami (serasa orang penting deh...) perjalanan dilanjutkan kembali ke Cipeteuy menuju rumah kenalan kami Mang Unen. Beliau ini salah satu KSM yang mengelola perjalanan ekoturisme di halimun. Tiba di cipeteuy jam 12.00, setelah berbasa-basi yang banyak (ngobrol northern-southern, western-eastern), jam 13 an kami lanjutkan perjalanan dengan kendaraan andalan mang Unen, L300, kendaraan yang penting di sana (maksudnya yang penting jalan....dan engga mogok).


Selama perjalan Om Unen tetap asik mendongeng tentang kegiatan KSM dan juga masalah hangat di sekitar konsevasi gunung Halimun (ternyata Edy ini sudah lama sobatan dengan Om Unen!). Tak terasa jam 15.00 kami tiba di citalahab Central tempat kami menginap selama 3 malam ke depan. Sebelum tiba di kampung ini kami sedikit berbasa-basi dengan petugas di resort Cikaniki untuk beli karcis retribusi.


Setelah menjejalkan semua barang bawaan di kamar pesanan kami, tanpa buang-buang waktu...langsung cabut buat birding di sekitar penginapan. Wah...ternyata pemandangannya (seperti umumnya tanah airku tercinta) memang indah...Pantas Belanda bela-belain datang ke Indonesia buat ngejajah. Meskipun engga sempat jumpai elang jawa...sore itu tetep pengalaman birding yang bikin hati damai..Beberapa burung yang sudah lama engga saya liat..hari itu saya liat lagi....srigunting abu-abu...kalau diinget-inget terakhir liat tahun 1997 waktu masih kuliah dan ngambil ornithologi. Selain itu juga ada tepus pipi perak, cucak daun dan tentunya burung pipit. Maklum sekitar Taman Nasional masih banyak sawah..


Malamnya kami sempet juga jalan-jalan cari jamur yang berpendar di malam hari. Sayangnya tak banyak jamur dijumpai. Sudah seminggu gunung halimun tidak disentuh oleh air hujan, akibatnya jamur tidak tumbuh dengan baik.


Keesokan harinya, pagi-pagi sekali kami bangun (tepatnya saya dan Edy, karena si Ipeh pilih meluruskan badan yang katanya masih pegel...) untuk birding di sekitaran bumi perkemahan. Lumayan...sambil nunggu waktu sarapan pagi dan trekking+birding ke curug Piit.
Abis sarapan, ditemenin kang Ade...beliau interpreter yang akan nemenin perjalanan ke curug Piit. Di perjalanan lumayan juga bisa nemu alap-alap capung..wah ini pertama kalinya liat alap-alap capung! di kebun teh juga nemu apung tanah....ini juga pertama kalinya!trus juga nemu cica koreng? Halah...mana itu field guide.....?...kok engga ada ya...? Ternyata lumayan jauh juga curug Piit! Rasanya caepk banget.Apalagi sudah seminggu ini penyakitku kumat..terpaksalah berjalan perlahan dengan napas ngos-ngosan..Sampai di curug Piit jam 12 siang. Setelah istriahat, makan siang dan photo-photo, jam 13-an kami balik ke penginapan. Sampai penginapan jam 4 sore, badan sudah pegel-pegel dan basah karena kehujanan.


Sebelum ke curug Piit, kami menyempatkan diri untuk berkunjung ke pabrik teh yang ada di perkebunan Nirmala. Lumayan...nambah-nambah pengetahuan mengenai teh. Selama di pabrik, pak kepala pabrik menerangkan proses pembuatan teh mulai pemetikan sampai jadi segelas teh di meja (jadi inget zaman kuliah dulu...kalau ada kunjungan ke lapangan). Pulang dari pabrik dapat oleh-oleh teh sebungkus..katanya sich yang kualitas 1.


Malam harinya, kami nungguin si Riri karena kabarnya mau datang malam itu. Stelah ditunggu sampai jam 9...ternyata engga ada kabar. Ya sudah...kami bertiga pilih mengukur kasur alias berkelana di alam mimpi. Belum lagi mimpi membawa ke alam jauh...dari luar terdengar berisik orang...eh ternyata si Riri..jam sudah menunjukkan jam 12 malam. Ya..udah deh..karena berisik gitu tidur jadi engga bisa lanjut. Baru jam 2 pagi bisa menjelajah alam mimpi lagi.

Meskipun udara lumayan dingin, pagi hari jam 6, birding lagi. Hari ini dapet lagi spesies baru...sepah gunung. Warnanya indah banget, merah dan hitam. Karena rencananya mau ke kanopi trail, ya udah birdingnya dihentikan dulu karena harus sarapan pagi. Sebenarnya berharap di hari terakhir birding bisa ketemu elang jawa.

Setelah sarapan selesai, sekarang jadi berempat sama si Riri, kami pergi melintasi loop trail menuju kanopi trail. Ternyata hari ini kami berempat cukup beruntung...dari kejauhan terdengar suara elang jawa. Tak lama...di sela-sela pepohonan hutan sang garuda terlihat melayang-layang mengintai mangsa. Hmmm...pengalaman yang sangat berkesan pagi ini.


Setelah puas birding sampai kanopi trail, kami berkemas pulang. Mang Unen yang sedari pagi sudahmenunggu di home stay sudah bersiap-siap mengantar kami ke cipeteuy dengan kendaraan kesayangan beliau yang katanya sangat bersejarah....Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan dari Cipeteuy menuju Jakarta...Kota yang muram dengan segala kesumpekannya...

Thursday, October 19, 2006

Taqobalallahu Minna Wa Minkum Siyamana Wa Siyamakum
Kullu 'Aam Wa Antum Bikhoir.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin