Wednesday, January 23, 2008

"Archeopteryx" versi Indonesia


Penemuan fosil Archeopterix pada tahun 1877 di Solnhofen, menjadi jembatan bagi para ahli untuk mengetahui sejarah awal munculnya burung di permukaan bumi. Penemuan fosil ini pula yang menjadi pembuka penemuan berikutnya terhadap fosil-fosil Archeopterix di beberapa daerah di Eropa. Dari 7 spesimen yang ditemukan barangkali hanya spesimen yang disimpan di musium Berlinlah yang terbaik. Fosil ini secara lengkapmenggambarkan struktur tubuh archeopterix mulai dari tulang hingga bulu-bulunya. Archeopterix lithographica, demikian nama lengkapnya, diperkirakan hidup di permukaanbumi 150 juta tahun silam.


Penemuan fosil-fosil burung tentu saja tidak hanya terjadi di Eropa, di beberapa daerah lainnya termasuk Indonesia pun pernah dijumpai fosil burung purba. Hanya saja dampak yang diakibatkan oleh penemuan tersebut tidak sehebat Archeopterix. Spesimen tersebut ditemukan oleh Beaufort pada tahun 1930-an di Sapan, Sawahlunto, Sumatera Barat. Selanjutnya oleh Lambrecht, spesimen tersebut diberi nama Protoloptus beauforti. Burung purba ini; yang serupa dengan burung modern yang kita kenal sebagai pecuk ular (Anhinga spp.); diduga hidup 50 juta tahun yang lalu di rawa-rawa purba. Ketika ditemukan fosil burung ini dalam kondisi tubuh yang berserakan namun secara anatomi cukup lengkap. Hingga saat ini hanya 1 spesimen saja yang diketahui mengenai spesies ini di seluruh dunia, selain itu spesimen tersebut merupakan spesimen burung purba tertua yang terdapat di Asia Tenggara.

Fosil Protoloptus beauforti pada saat ini disimpan di Museum Geologi Bandung, namunreplikanya juga dimiliki oleh Museum Zoologi yang terletak di kota Bogor. Tertarik untuk mengenalnya? Silakan berkunjung ke museum tersebut.

Sumber:Harian Kompas 18 januari 2008, hal 12 sumber lainnya yang relevan